Ibukota Kalimantan Tengah, Palangkaraya berada persis di antara kawasan lahan gambut sejuta hektar yang dulu dibuka untuk para transmigran oleh Soeharto.

Kini kota Palangkaraya, yang sejatinya ada di kawasan hutan lindung kini terus tumbuh. Mal dan perkantoran berdiri, juga kafe dan warung makan di sepanjang jalan utama.

Melancong ke kota ini, satu yang menarik adalah makan di rumah makan yang menyediakan menu lokal tradisional. Waktu itu karena sedang tergesa saya lupa mencatat alamat tempat makan tersebut.

Tapi setidaknya saya sukses mencicip ikan baung goreng dengan kuah asam. Ikan baung merupakan ikan sungai yang berada di seantero Indonesia. Di Jakarta dan sejumlah kawasan Jawa Barat, di Sumatera, juga di Kalimantan.

Semula saya hanya ingin mencicip ikan baung goreng dengan sambal terasi. Tapi si penjual menawarkan sayur asam.

Berharap cemas, saya menantikan menu baung goreng dan sayur asam. Terbayanglah sajian menu yang terpisah dalam benak. Tak lama, pelayan menghantarkan menu yang saya pesan. Nasi pulen sebakul kecil, dua porsi sambal terasi dan ikan baung.

Ikan baung yang tersaji ternyata dimasukkan ke dalam mangkuk berisi sayur asam. Sempat terpikir saya akan mencicip sayur asam seperti yang biasa saya makan di Jakarta. Sayur, dengan beragam jenis sayuran seperti daun melinjo, pepaya muda, kacang panjang dan lainnya.

Di Palangkaraya, sayur asam ternyata sayur dengan kuah asam dari tomat, yang menyertakan rotan muda. Ini mirip sekali dengan rebu g yang kadang di masak dengan kuah santan di Bandung, Bogor dan sebagian wilayah Sumatera Barat dan Selatan.

Rasa kuah yang tentu asam, ini ternyata rasa dan teksturnya makin menarik dengan, rotan muda. Alhasil, semua saya cicip, plus tumis batang talas muda.

Sesekali perlu anda coba. Utamanya untuk yang mau mengenal paduan bumbu non Jawa dan Sumatera.

Silakan, restonya berada tak jauh dari Bandara Tjilik Riwut